Semua yang memiliki
rasa,Dia punya nyawa
Tulisan ini sengaja saya buat
untuk diriku sendiri yang terlena dalam sepi ketika rasa penasaran memecah
beranda hati. Namun senyuman yang lahir dari lubuk hatiku tak lagi mampu
tertahan oleh senyumanya Mbak Brie dalam Film Filosofi Kopi 2. Ya… senyuman
manis itu terlalu manis bagi diriku yang kalua minum kopi saja tidak pakai
gula.
Selayaknya para jomblo yang
berkeliaran liar di dunia ini, sore 19 Juli 2017 aku mencoba mengintip dompetku
untuk memastikan bahwa masih ada lembaran-lembaran rupiah bergambar pahlawan
yang tersisa di dalamnya.
Kenapa filosofi kopi? Ya
eaaaalaaaah…. Secara film ini sudah lama aku tunggu, bersama dengan Fajar
sahabatku, dia juga seakan berperan sebagai seseorang yang menyukai film ini,
meski dia jarang minum kopi dan (mungkin) nangis ketika menonton film filosofi
kopi 2 ini, lalu setelah selesai menonton film ini dia mendengarkan alunan
musik indie lewat leptopnya. Intinya filosofi kopi 2 ini memiliki perbedan
dengan film filosofi kopi 1, kenapa karena objek yang ingin disasar dari film
ini cukup berbeda dari ekspektasiku sebelumnya, bahwa sebelum aku melihat film
ini aku sudah melihat film filosofi kopi the serie maupun yang special episode,
keduanya menceritakan bagaimana kopi seakan menjadi tokoh utama yang
dikultuskan dalam diri Jodi dan Ben.
Namun, “lha kok bajilak” ketika aku menonton filosofi kopi 2 ini seakan
kopi menjadi obat nyamuk atas perasaan hatinya mas Jodi dan Mas ben, kalua mas
Jodi si aku nggak masalah, karena dia dekat dengan Mbak Luna secara aku sudah
pernah dan masih hafal dengan mbak Luna. Tapi…. Ini lo mas Ben kok malah
bergandengan mesra dan menebar senyum “genit” dengan mbak-mbak yang Brie….
Walah kalau kayak gini, terus sahabatku yang bernama Fajar Sasongko menebar
senyum kepada siapa ya? Entahlah itu urusan dia dengan hatinya.
Ada beberapa hal yang bisa di
ambil pelajaran dari Film ini, Pertama
bahwa tidak semua kopi rasanya pahit, namun kopi juga bisa berasa asem, coba
lihat adegan ketika Mas Ben dengan Mas Jodi menawarkan kopinya kepada para
investor dia kaget dengan rasa kopi yang ditawarkan oleh Mas Ben dimana kopinya
berasa asem “Koyo kelek”. Seperti status saya di dalam Facebook bahwa menikmati
kopi bisa dilakukan dengan hipnotherapi, dimana kita bisa menghipnoterapi diri
kita sendiri untuk bisa merasakan kopi itu tidak semua pahit.
Kedua, kopi bisa dijadikan anak. Tentu saya tidak akan pernah lupa
dengan adegan di kebun kopi bahwa dalam perbincangan “kopi ini seperti anak
sendiri, menemani ketika dia tumbuh, hingga akhirnya berbiji dan panen”,
Nampaknya ini bisa dijadikan ide rujukan bagi sahabat-sahabatku yang saat ini
masih ngenes dalam kekangan
diskriminasi kejombloannya yang abadi. Jadi ketika kopi bisa dijadikan alternatif
anak, maka kalian kaum jomblo tidak perlu repot-repot mencari pacar yang
menyusahkan hidup dengan rasa curiga dan cemburunya yang membabi buta, dengan
horror curiga tanpa jeda. Bagi kaum jomblo yang berminat untuk mencoba kesetiaan
dan mencurahkan rasa cintanya mungkin bisa dialihkan kepada kopi saja, karena
kopi bisa disayang, dicintai, dirawat, ya seperti pacar sendirilah, dan
pastinya kopi tidak cemburuan, tidak rewel, tidak posesif, dan menghasilkan
pundi-pundi cuan untuk agan-agan semua.
Ketiga, bahwa kopi bisa dijadikan sarana mencari jodoh. Masih
tergambar dengan jelas bagaimana perasaan cinta itu tumbuh, bersemi, dan
berkembang pada diri Mas Ben dan Mas Jodi, ketika mereka berdua menemukan
“gondrong” pilihan hatinya. Itu semua karena kopi, bayangkan saja kalua filmnya
berjudul filosofi the, atau filosofi jahe, tentu mereka tidak akan menemukan
pujaan hatinya melalui kopi, dan sudah pasti pula hal itu bukanlah hal yang
seru untuk dibahas, ya istilahnya kurang so
sweet lah. Dari bijih kopi cinta bisa tumbuh dan bersemi, dari secangkir
kopi kita bisa menikmati kopi. Itulah kenikmatan hidup ini, bahwa menikmati
hidup tidaklah serumit memikirkan sebuah
universitas yang berjalan secara local
wishdom, cukup secangkir kopi dan sebatang nikotin serta berbagi tawa dan
canda, saya yakin hal itu lebih menyenangkan daripada terus menerut terpaku
menatap lepto dengan kolom-kolom excel berisi daftar pembayaran mahasiswa.
Yakinlah bahwa hidup ini
sebenarnya simpel kok, cukup dijalani dan dinikmati, kalau bahasa warungnya “Iso dilakoni, ora iso ditinggal ngopi”,
tak perlu bekerja terlampau keras hingga akhirnya mati demi pekerjaan, atau
mati memperebutkan jabatan, hidup ini indah kok, cukup naik fortuner,
jalan-jalan ke Jogja, Makassar, Lampung, Jakarta, Lampung sambil ditemani sama
mbak Luna atau Mbak Brie, simpel to…. Atau jalan-jalan keliling Indonesia dan
membagi-bagikan kopi bagi para penikmat kopi.
Mari berimajinasi, bahagia, dan
ngopi.
hsn.