Jumat, 21 Juli 2017

Filosofi Kopi: Rasa, Cinta, dan Nyawa


Semua yang memiliki rasa,Dia punya nyawa

Tulisan ini sengaja saya buat untuk diriku sendiri yang terlena dalam sepi ketika rasa penasaran memecah beranda hati. Namun senyuman yang lahir dari lubuk hatiku tak lagi mampu tertahan oleh senyumanya Mbak Brie dalam Film Filosofi Kopi 2. Ya… senyuman manis itu terlalu manis bagi diriku yang kalua minum kopi saja tidak pakai gula.
Selayaknya para jomblo yang berkeliaran liar di dunia ini, sore 19 Juli 2017 aku mencoba mengintip dompetku untuk memastikan bahwa masih ada lembaran-lembaran rupiah bergambar pahlawan yang tersisa di dalamnya.
Kenapa filosofi kopi? Ya eaaaalaaaah…. Secara film ini sudah lama aku tunggu, bersama dengan Fajar sahabatku, dia juga seakan berperan sebagai seseorang yang menyukai film ini, meski dia jarang minum kopi dan (mungkin) nangis ketika menonton film filosofi kopi 2 ini, lalu setelah selesai menonton film ini dia mendengarkan alunan musik indie lewat leptopnya. Intinya filosofi kopi 2 ini memiliki perbedan dengan film filosofi kopi 1, kenapa karena objek yang ingin disasar dari film ini cukup berbeda dari ekspektasiku sebelumnya, bahwa sebelum aku melihat film ini aku sudah melihat film filosofi kopi the serie maupun yang special episode, keduanya menceritakan bagaimana kopi seakan menjadi tokoh utama yang dikultuskan dalam diri Jodi dan Ben.
Namun, “lha kok bajilak” ketika aku menonton filosofi kopi 2 ini seakan kopi menjadi obat nyamuk atas perasaan hatinya mas Jodi dan Mas ben, kalua mas Jodi si aku nggak masalah, karena dia dekat dengan Mbak Luna secara aku sudah pernah dan masih hafal dengan mbak Luna. Tapi…. Ini lo mas Ben kok malah bergandengan mesra dan menebar senyum “genit” dengan mbak-mbak yang Brie…. Walah kalau kayak gini, terus sahabatku yang bernama Fajar Sasongko menebar senyum kepada siapa ya? Entahlah itu urusan dia dengan hatinya.
Ada beberapa hal yang bisa di ambil pelajaran dari Film ini, Pertama bahwa tidak semua kopi rasanya pahit, namun kopi juga bisa berasa asem, coba lihat adegan ketika Mas Ben dengan Mas Jodi menawarkan kopinya kepada para investor dia kaget dengan rasa kopi yang ditawarkan oleh Mas Ben dimana kopinya berasa asem “Koyo kelek”. Seperti status saya di dalam Facebook bahwa menikmati kopi bisa dilakukan dengan hipnotherapi, dimana kita bisa menghipnoterapi diri kita sendiri untuk bisa merasakan kopi itu tidak semua pahit.
Kedua, kopi bisa dijadikan anak. Tentu saya tidak akan pernah lupa dengan adegan di kebun kopi bahwa dalam perbincangan “kopi ini seperti anak sendiri, menemani ketika dia tumbuh, hingga akhirnya berbiji dan panen”, Nampaknya ini bisa dijadikan ide rujukan bagi sahabat-sahabatku yang saat ini masih ngenes dalam kekangan diskriminasi kejombloannya yang abadi. Jadi ketika kopi bisa dijadikan alternatif anak, maka kalian kaum jomblo tidak perlu repot-repot mencari pacar yang menyusahkan hidup dengan rasa curiga dan cemburunya yang membabi buta, dengan horror curiga tanpa jeda. Bagi kaum jomblo yang berminat untuk mencoba kesetiaan dan mencurahkan rasa cintanya mungkin bisa dialihkan kepada kopi saja, karena kopi bisa disayang, dicintai, dirawat, ya seperti pacar sendirilah, dan pastinya kopi tidak cemburuan, tidak rewel, tidak posesif, dan menghasilkan pundi-pundi cuan untuk agan-agan semua.
Ketiga, bahwa kopi bisa dijadikan sarana mencari jodoh. Masih tergambar dengan jelas bagaimana perasaan cinta itu tumbuh, bersemi, dan berkembang pada diri Mas Ben dan Mas Jodi, ketika mereka berdua menemukan “gondrong” pilihan hatinya. Itu semua karena kopi, bayangkan saja kalua filmnya berjudul filosofi the, atau filosofi jahe, tentu mereka tidak akan menemukan pujaan hatinya melalui kopi, dan sudah pasti pula hal itu bukanlah hal yang seru untuk dibahas, ya istilahnya kurang so sweet lah. Dari bijih kopi cinta bisa tumbuh dan bersemi, dari secangkir kopi kita bisa menikmati kopi. Itulah kenikmatan hidup ini, bahwa menikmati hidup tidaklah  serumit memikirkan sebuah universitas yang berjalan secara local wishdom, cukup secangkir kopi dan sebatang nikotin serta berbagi tawa dan canda, saya yakin hal itu lebih menyenangkan daripada terus menerut terpaku menatap lepto dengan kolom-kolom excel berisi daftar pembayaran mahasiswa.
Yakinlah bahwa hidup ini sebenarnya simpel kok, cukup dijalani dan dinikmati, kalau bahasa warungnya “Iso dilakoni, ora iso ditinggal ngopi”, tak perlu bekerja terlampau keras hingga akhirnya mati demi pekerjaan, atau mati memperebutkan jabatan, hidup ini indah kok, cukup naik fortuner, jalan-jalan ke Jogja, Makassar, Lampung, Jakarta, Lampung sambil ditemani sama mbak Luna atau Mbak Brie, simpel to…. Atau jalan-jalan keliling Indonesia dan membagi-bagikan kopi bagi para penikmat kopi.
Mari berimajinasi, bahagia, dan ngopi.

hsn.

1 komentar: