Perlukah Idealisme itu?
"Nak, apakah kamu tidak ingin menjadi Guru saja?, kamu kan lulusan Sarjana pendidikan?, apakah tidak sayang ijasah mu, kalau kamu bekerja menjadi Tukang sapu seperti saat ini?", tanya bapak kepadaku."Tidak pak, aku tidak mau jadi Guru". jawabku.
"Kenapa, bukankah Guru itu profesi yang terhormat?, Bapak kembali menimpa tanya kepadaku.
"Pak, kalau saya jadi GURU, lalu siapa yang akan membayar cicilan bank, untuk biaya kuliahku dulu?, Bapak tau sendiri gaji guru berapa? 323.000 per bulan pak, uang segitu untuk bayar listrik dan air saja hanya lebih 73.000, belum beli beras, bumbu-bumbu dapur, minyak goreng dan bayar cicilan bank. Sudah jelas tidak cukup pak, kalau saya bekerja menjadi Guru". Jawabku lagi.
"Nak, mana idealisme mu saat kamu masih menjadi mahasiswa dulu, bukankah kamu dulu punya cita-cita menjadi seorang pengajar?" tanya Bapaku lagi.
Dengan wajah tertunduk aku menjawab pertanyaan itu, "Benar pak, dulu aku sangat ingin menjadi guru atau bahkan dosen. Tapi sekarang kebutuhan hidup tidak bisa aku elakan dan gaji seorang Guru sangatlah tidak cukup untuk hidup bahkan gaji 1 bulan untuk biaya hidup 2 minggu saja tidak cukup."
"Pak, biarlah aku menjadi tukang sapu di pasar seperti saat ini, toh aku juga bisa dapat gaji 1.700.000 tiap bulan, dan itupun aku bekerja hanya sampai jam 1 siang, jam 2 aku bisa jualan jus atau es di depan Pesantren sana, itu jauh lebih baik pak, daripada menjadi Guru". aku coba untuk menjelaskan kepada Bapak.
"Iya, nak apa yang kamu ucapkan itu benar, memang saat ini menjadi guru sangat memprihatinkan, maafkan Bapak ya nak, Bapak bukan orang kaya, Bapak tidak mampu mengantarkanmu untuk meraih cita-citamu" sahut Bapak ku.
"Sudah lah pak, aku sadar, aku bukanlah anak orang kaya, aku sadar pak, aku juga harus membayar cicilan utang Bank, untuk biaya kuliah ku dulu, jadi ijinkan aku bekerja menjadi apa saja asal aku bisa melunasi hutang di Bank itu, dan yang penting halal pak", kembali aku mencoba menenangkan bapak ku.
Sejenak aku tertunduk lesu, aku adalah seorang sarjana, jika aku bekerja menjadi Guru, aku tidak akan pernah mampu melunasi hutang-hutang keluargaku, kalau aku tetap menjaga idealisme, lalu APAKAH AKU AKAN MAKAN ITU YANG NAMANYA IDEALISME?
Tidak, aku makan nasi, lalu dari mana aku bisa dapat beras, ya.. KERJA bukan idealisme.
---dalam benaku aku bertanya, "Lantas untuk apa idealisme itu?"
"entahlah, mungkin idealisme itu hanya euforia ketika aku masih menjadi mahasiswa dulu".
>>>>Peraduan, 11/08/16
0 komentar:
Posting Komentar