Jumat, 04 November 2016

Melawan Diri Sendiri


Pada dasarnya memang benar apa yang diceritakan dalam kitab suci, bahwa Tuhan menciptakan Manusia untuk mengelola dunia ini, selain itu cerita bahwa manusia adalah mahluk sempurna dengan kelebihan yang dimilikinya berupa Akal dan Nafsu, memang bukanlah sebuah isapan jempol saja, hal itu memang benar adanya. Setidaknya hal tersebut dapat dibuktikan bahwa manusia memang meiliki akal, dan akal tersebut digunakan untuk menunjang kehidupan manusia.
Contoh yang paling sederhana dari akal yang dimiliki oleh manusia adalah manusia mampu menciptakan pakaian, tentu pakaian digunakan oleh manusia untuk melindungi tubuhnya dari perubahan suhu, atau dari serangan baik dari hewan ataupun manusia lain. Tidak hanya itu, dalam kehidupanya untuk mempermudah komunikasi, manusia menciptakan alat komunikasi berupa telefon, bahkan di masa sekarang manusia telah mampu menciptakan dunia sendiri yang terpisah dari dunia nyata, yaitu dunia maya, dengan kacanggihan dan perkembangan yang ada di dalamnya.
Tentu hal tersebut merupakan buah dari akal yang dimiliki oleh manusia. Sekarang yang kedua adalah nafsu, diceritakan bahwa manusia di dunia ini dibekali dengan nafsu, nasfu diartikan sebagai sebuah keinginan atau ambisi yang ingin diperoleh oleh manusia dalam kehidupanya. Salah satu contoh nafsu yang paling mudah ditemukan dari diri manusia yaitu nafsu makan, nafsu seorang laki-laki terhadap lawan jenisnya, atau yang paling nyata adalah nafsu yang dimiliki oleh seseorang terhadap harta dan tahta atau jabatan.
Bagi saya, nafsu yang berhubungan dengan harta inilah yang sangat sulit untuk dihindari, mengapa sulit, karena dalam menjalankan roda kehidupanya manusia selalu membutuhkan modal materi, meski jumlah yang dibutuhkan bervariasi antara satu individu dengan individu yang lainya. Meski demikian, pada dasarnya keinginan akan harta baik uang atau bentuk lainya, merupakan suatu keinginan yang memang sulit untuk dihindari. Tidak hanya itu, tidak jarang seseorang rela melakukan apa saja demi mendapatkan harta.
Memang hubungan antara manusia dengan harta merupaan hal yang sangat erat, saat ini apa-apa membutuhkan uang, dari manusia lahir hingga manusia itu mati semuanya membutuhkan uang. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang menjadi hamba dari Tuhan baru yang bernama “Uang”.
Dalam posisi ini saya ingin mengingatkan diri saya sendiri bahwa pada dasarnya uang merupakan suatu bagian yang sangat penting dari suatu tatanan hidup seseorang, namun disisi lain ada hal yang menuntut saya untuk tidak dibutakan oleh uang, dengan asumsi saya seperti ini: “Uang memang penting, namun dengan banyaknya uang yang dimiliki, tidak serta merta menjadi jaminan bagi orang tersebut untuk BAHAGIA, tidak hanya itu semakin banyak uang atau penghasilan yang kalian dapatkan, hal tersebut berbanding lurus dengan banyaknya pengeluaran dalam hidup”, fiks ini adalah teori dasar dalam kehidupan dan memang begini adanya.
Sudah banyak contoh yang membuktikan, dan disini saya tidak lagi perlu mengumbar contoh-contoh lagi, karena dengan akal yang dimiliki oleh manusia, maka secara otomatis dia bisa memberikan contoh sendiri. Saat ini yang paling penting untuk dilakukan adalah bagaimana membuat hidup ini menjadi asik dan seru, mengapa?? Karena jika kita, saya, semua memilikirkan ambisi, keinginan, nafsu, atau masalah-masalah hidup, hal itu tidak akan ada habisnya.
Orang dengan gaji yang besar dia memiliki masalah hidup, orang dengan penghasilan yang kecil juga meiliki masalah dalam hidup, sekarang tinggal bagaimana membuat masalah tersebut menjadi sebuah tantangan yang menyenangkan, ya meskipun hal itu tetap saja butuh uang. Namun uang dalam hal ini bukanlah sebagai Dewa atau Tuhan, namun sebagai alat pembayaran yang sah dan di dalamnya terdapat dua nilai yaitu nilai Nominal dan nilai Instrinsik.
Sudahlah, mari kita berfikir sederhana dan simpel-simpel saja, tanpa membuat hidup ini menjadi hidup yang rumit dan susah, mari kita sejenak berbagaia meski dengan segala keterbatasan yang kita miliki, setidaknya kita masih bisa menghirup nafas dengan Gratis tanpa harus bayar. Mari menjalani hidup, meski berat dan sulit TAPI jangan lupa bahagia.
Salam...

04.SMG.11.16

Kamis, 03 November 2016

Wangi itu berasal dari bunga kopi

Hari ini saya berjalan menuju kota yang diapit oleh lebih dari tiga gunung (sindoro, sumbing, merapi, merbabu, telomoyo, andong, tidar) kota kecil ditengah provinsi jawa tengah ini memang memiliki beberapa keunikan, salah satunya yaitu curah hujan yang cukup tinggi. Kota Magelang, kota yang penduduknya terasa sangat disiplin dan tenang, mungkin karena di kota ini ada akademi militer terbesar di Indonesia, jadi sebagian penduduk kota ini adalah orang-orang yang masih berbau militer, meski entah berapa jumlah presentasenya.
Namun yang ingin saya singgung bukanlah hal itu, melainkan perjalanan yang saya tempuh dari kota Semarang menuju kota Magelang. Waktu tempuh kurang lebih 2 jam, mengendarai motor, adapun jalur yang saya lewati adalah Kota semarang, Ungaran, Bawen, Ambarawa, Temanggung, Secang, dan Kota Magelang.
Kontur jalan yang berkelok dan naik turun, seakan memberi isyarat bagi siapapun yang lewat jalan ini harus hati-hati, karena tidak sedikit terjadi laka di jalur ini, jalur yang menghubungkan Jawa Tengah dengan DIY.
Yang menarik adalah ketika melintasi daerah Ambarawa-Temanggung, jalanan sempit dan naik turun , dengan pemandangan hutan produksi serta kebun kopi terhampar hampir disebagian besar jalur ini. Jika kawan melintasi daerah ini pada bulan September-November, kawan akan disuguhi hawa dingin yang cukup menusuk serta aroma khas bunga kopi.
Saya tidak bisa mendiskirpsikan seperti apa keharupan bunga kopi, namun aromanya sangat khas.
Kopi sendiri merupakan tanaman khas dataran tinggi, umumnya pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 mdpl. Untuk tanaman kopi sendiri berbunga 1x dalam 1 tahun, nah masa-masa berbunga inilah bagi saya dalah masa yang indah, betapa tidak sepanjang perjalanan (ambarawa-temanggung) saya dapat merasakan keharuman bunga kopi.
Bentuk bunga kopi pada umunya berbentuk lonjong dan berwarna putih, serta bergerombol pada batang, aroma bunga terasa cukup kuat, hal ini karena sepanjang jalur tersebut melintasi kebun kopi, kita bisa analogika seperti ini, dalam kebun kopi, banyak kopi yang berbunga, jika 1 bunga mengeluarkan aroma sedikit namun dalam kebun tersebut terdapat banyak bunga, jadi aroma tersebut terakumulasi sehingga membuat wangi seluruh area perkebunan, termasuk jaluryang melintasi perkebunan kopi.

Selasa, 11 Oktober 2016

Kecemasan Kaum Muda Urban



Perkotaan [1] kian disesaki kaum muda produktif. Beban kerja, tekanan lingkungan dan sosial, serta ketidakpastian masa depan membuat banyak di antara mereka stres. Jika tak segera ditangani, gangguan kejiwaan itu berpengaruh besar bagi kesehatan dan hubungan sosial masyarakat.


"Seratus domba, seratus satu domba, seratus dua domba.," ucap Chairul (32), warga Bintaro, Tangerang Selatan, pekan lalu, sambil memejamkan mata di atas ranjang untuk membantunya tidur. Namun, setelah hitungan ke-103, ia menyerah dan memilih bermain gawai meski jam sudah menunjukkan pukul 01.00.



Sebanyak lima hari dalam sepekan, Chairul hanya tidur empat jam setiap hari. Meski sudah mengantuk dan merebahkan diri di kasur sejak pukul 23.00, ia baru bisa tidur pukul 04.00. Keesokan hari, ia selalu terbangun pukul 08.00. "Saya insomnia sejak 2014," katanya.



Gangguan tidur itu dialami Chairul saat bekerja sebagai anggota tim kreatif di sebuah perusahaan periklanan di Jakarta. Adanya pesanan pembuatan beberapa iklan televisi dengan tenggat waktu yang ketat memaksanya kerja lembur mulai pukul 12.00 hingga 02.00.



Satu iklan idealnya butuh waktu sebulan untuk pengerjaannya dari pembahasan konsep hingga shooting. Namun, tuntutan klien membuat satu iklan harus selesai dalam tiga hari.



Siklus hidup dan jam biologisnya pun berubah. "Saya tertekan dengan tenggat yang diberikan. Bahkan, menurut istri, igauan saya dalam tidur masih soal pekerjaan," ujarnya.



Meski ia sudah keluar dari perusahaan itu pada akhir 2014 dan kini bekerja sebagai pembuat mural dan pekerja paruh waktu bidang periklanan, insomnianya tak juga hilang. Kondisi kurang tidur itu membuatnya merasa tak segar, suasana hati (mood) berantakan dan mudah marah. "Kadang merasa bersalah karena lebih mudah marah kepada anak," katanya.



Berbeda dengan Chairul yang memilih di rumah saat tak bisa tidur, Jenny (24), pegawai keuangan perusahaan periklanan di Meruya, Jakarta Barat, mencari kesibukan di luar rumah. Pada akhir pekan, ia menghabiskan waktu bersama teman di kafe atau diskotek sampai pukul 02.00. Ketika bersama teman, ia minum anggur untuk membantunya cepat tidur. 



Padahal, minuman beralkohol mengacaukan pola tidur. Di awal, alkohol seolah membantu tidur lebih cepat dan dalam. Namun sejatinya alkohol mengurangi fase tidur dangkal yang berguna memperbaiki kesehatan secara umum.



Jenny mengalami insomnia sejak pertama bekerja pada 2013. Saat itu, ia menjadi pegawai di bidang legal perusahaan alat kesehatan. Pekerjaan itu menuntutnya kerap lembur sampai pukul 04.00 selama 3-4 hari sepekan. Esoknya, ia harus masuk kantor pukul 08.30. "Banyak lembur biasanya terjadi dari pertengahan sampai akhir tahun," katanya.



Meski sudah lama keluar dari perusahaan itu, insomnianya tak lenyap. Ia mencoba tidur pukul 24.00. Sebelum tidur, ia menciptakan suasana nyaman, seperti mengenakan piama, berselimut, dan mematikan lampu. Namun, ia baru bisa tidur pukul 04.00. "Akibat kurang tidur, saya mudah lemas dan tak semangat bekerja," katanya.



Memicu depresi



Susah tidur adalah gejala yang kerap dialami orang stres atau tertekan. Agar bisa tertidur, seseorang butuh ketenangan. Namun, gejala itu kerap diabaikan. Warga lebih memperhatikan gejala fisik akibat stres, seperti pusing, sakit otot, jantung berdebar, dan sakit lambung. Akibatnya, mereka tak mencari pertolongan ke psikiater.



Psikiater Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta Nurmiati Amir mengatakan, tekanan kerja atau jadwal kerja tak teratur memicu stres hingga insomnia. "Saat tertekan, tubuh mengeluarkan hormon norepinefrin yang membuat tak tenang dan sulit tidur," ujarnya.



Jika jadwal kerja tak normal dipertahankan, pola tidur tak sehat jadi kebiasaan buruk yang bertahan lama. Padahal, insomnia berkepanjangan berisiko menimbulkan depresi ataupun gangguan fisik dan mengganggu konsentrasi kerja. "Gangguan tidur menghambat konsolidasi memori sehingga informasi tak terekam otak," ujarnya.



Lanny S Tanudjaja, dokter di Klinik Tidur RS Premier Bintaro, Tangerang Selatan, menegaskan, insomnia sebaiknya tak diatasi dengan obat tidur, tetapi dengan menerapkan higienis tidur ketika hendak tidur. Selain itu, dianjurkan tidur dengan jadwal sama tiap hari, mematikan lampu, tak makan berat, tak merokok, atau tak konsumsi kafein 3 jam menjelang tidur.



Tempat tidur juga harus bersih dari barang-barang, seperti buku atau laptop. "Fungsi ranjang hanya dua, untuk tidur dan berhubungan seksual," ucapnya.



Tata kota



Sejauh ini, prevalensi gangguan jiwa berat nasional 1,7 per 1.000 orang. Sementara prevalensi gangguan mental emosional 6 persen. Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan, prevalensi gangguan mental emosional lebih tinggi di perkotaan dibandingkan di perdesaan.



Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia Eka Viora mengatakan, gangguan jiwa yang banyak terdeteksi di perkotaan antara lain depresi, kecemasan, panik, dan kecanduan. "Kemacetan, kriminalitas, dan kemiskinan turut menjadi pemicu," ujarnya.



Peneliti Pusat Kesehatan Mental Masyarakat Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Rahmat Hidayat mengatakan, ritme hidup dan dinamika kota serba cepat jadi faktor risiko stres. Tata kota dan sistem transportasi buruk jadi faktor penekan membuat warga rentan stres. "Stres dan perkotaan itu identik," katanya.



Padahal, kini 54 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Itu membuat potensi warga stres amat besar. Jika tak segera diantisipasi, itu memicu banyak masalah kesehatan dan sosial. Apalagi, banyak warga melepaskan stres dengan rokok, alkohol, atau obat terlarang.



Karena itu, menyeimbangkan diri antara kehidupan karier dan sosial, serta memperbaiki tata kota dan transportasi, menjadi kunci mencegah stres warga. Aturan ketenagakerjaan pun harus dirombak agar bisa melindungi pekerja, khususnya pekerja muda, dari jam kerja berlebih. [2], [3].

[1]. Tulisan ini merupakan artikel yang dimuat di koran Kompas yang diterbitkan pada tanggal 11/10/2016. "Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Oktober 2016, di halaman 1 dengan judul "Kecemasan Kaum Muda Urban".
[2]. (C04/MZW)
[3]. Bagi saya, artikel ini merupakan artikel yang sangat menarik, karena generasi muda urban, memang benar-benar merasakan derita ini, tak menutup kemungkinan, bahkan saya pun merasakan hal tersebut, gelisah, susah tidur, setres. Padahal jika dipikirkan, saat-saat menjelang tidur merupakan saat yang paling menyenangkan, namun entah mengapa saya merasakan hal yang berbeda, bahwa saat sebelum tidur justru menjadi hal yang sangat menyakitkan, kenapa tidak, sudah hampir 2 jam saya mencoba untuk tidur namun yang terjadi adalah saya tidak  dapat tidur, meskipun badan ini sudah lelah, namun otak dan mata tak bisa terpejam nyenyak dalam buaian mimpi.

Senin, 03 Oktober 2016

Tuhan Baru Itu Bernama Sma*t Ph*n*


Kawan, sampai kapan kalian akan sadar, bawah apa yang kalian yakini sebagai Tuhan, kini telah ada dan nyata, bahkan Tuhan itu kini bisa kalian pegang, kalian raba, kalian cium, bahkan kalian tempelkan di Pipimu.
Sudah lah, tidak usah mengelak, bahwa apa yang orang-orang terdahulu yakini sebagai Tuhan kini keyakinan itu telah bergeser. Sadarlah....
Sekarang begini, jika dulu ketika orang meyakini Tuhan serta kekuatan yang Tuhan miliki, orang akan gelisah jika tidak dekat dengan Nya, oleh karena itu mereka selalu mengingat dan menyebut TuhanNya, kemanapun, bahwa ketika malam pertama perkawinan pun, mereka (orang-orang dulu) selalu berdoa dan menyebut nama Tuhanya.

Namun kini, hal itu tak perlu lagi kalian kawatirkan, saat ini Tuhan telah bermetamorfosis menjadi fleksibel dan efisian, gimana..... enak kan, punya Tuhan yang efisien.
Bahkan umat sekarang justru lebih rajin dalam mendekatkan diri kepada Tuhan, karena cukup dengan mengusap pola atau mengetikan serangkaian angka, maka Tuhan mu telah menyapa.

Sudahlah tak usah mengelak....

Kalian sebenarnya sudah tahu kok siapa sesungguhnya Tuhan yang saat ini kalian sembah. Tentu tak perlu aku tuliskan "HP/Smart Phone" kan dalam tulisan ini untuk mengetahui siapa nama Tuhan yang saat ini sudah kamu sayang, kamu cinta, kamu sembah, bahkan kamu akan merasa gelisah, pusing atau mual muntah jika kamu tidak sedang bersama atau dekat dengan Tuhan BaruMu itu.

-----------peraduan: 03.00am

Jatirogo - Bulu - Sarang & Pesantren


Kehidupan pesantren begitu terasa, ketika mengawali langkah kaki pada kota kecil disudut kabupaten Tuban, "Jatirogo". Daerah yang terkenal dengan udaranya yang panas dan mentari yang terik, menjadi sebuah sapaan bagi setiap orang yang menapakan kaki di kota ini.
Kehidupan yang relatif santai dengan penduduknya yang mayoritas bekerja sebagai seorang peladang, menjadi gambaran yang khas pada daerah disekitar pantai utara jawa.
Pohon-pohon "bogor" (sebutan bagi pohon penghasil legen) menjulang tinggi berdampingan dengan pohon jambu monyet. Bagi masyarakat jatirogo dan sekitarnya minum legen merupakan kebiasaan yang jamak dilakukan, kesegaran yang ditawarkan oleh legen mengalahkan minuman bersoda pabrikan yang banyak dijual dikota-kota.
Tidak hanya legen yang menjadi gambaran umum daerah ini, Jatirogo, Bulu (Jawa Timur), dan Sarang (Jawa Tengah) seakan memiliki cora budaya yang tidak jauh berbeda, yaitu pesantren.
Di tiga daerah ini, kedetakan masyarakat dengan budaya pesantren menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan. Pada umunya masyarakat disini mensekolahkan anak-anaknya di sekolah Madrasah Ibtidaiyah atau sekolah dasar dipagi hari dan sore hari di Taman Pendidikan Alqur'an (TPQ)
Atas bentuk pendidikan itulah, tak jarang anak-anak kecil disini sudah bisa baca tulis Al Qur'an. Gaya pembelajaranyapun cukup sederhana dan tradisional, meski demikian, lulusan-lulusan yang dihaasilkanya tidak dapat dipandang remeh.                        
Terbukti, banyak dari lulusan sekolah "sederhana" disini yang mampu melanjutkan ke perguruan lebih tinggi bahkan hingga ke luar negeri. Mesir, Arab Saudi, Qatar, Irak, Iran adalah negara-negara yang jamak dituju oleh para santri disini.
Dari kehidupan yang sederhana, sekolah yang sederhana serta masyarakatnya yang sederhana pula, namun mampu membentuk karakter kuat masyarakat Jatirogo, Bulu, Sarang.
Bukan masalah metode pembelajaran yang serba modern, atau kurikulum multimedia namun ketulusan tekat untuk terus belajar hingga mereka mampu menjadi manusi-manusia berkarakter.

Bulu, 14/9/16

Berapa Kali Harus Terbentur?


Terbentur, Terbentur, Terbentuk
Terbentur;
Kembali, aku harus merasakan bagaimana rasanya terbentur, terbentur pada sebuah kenyataan bahwa hidup ini akan terus berjalan dan sang waktu tidak pernah sedikitpun mau menunggu. Aku terbentur cukup keras kali ini, terbentur dalam meraih idealisme, terbentur dalam sebuah perjuangan untuk menggapai cita-cita yang sebelumnya telah aku gantungkan di ujung roket hingga akhirnya terbang ke angkasa. Angan-angan bahwa aku adalah generasi harapan bangsa.

Terbentur:
Ya.... Meski sebelumnya aku telah gagal, namun aku tidak menyerah dan patah arang untuk selalu berusaha dalam mencapai keadaan yang ideal, dimana benar adalah benar dan salah adalah salah, hingga akhirnya aku terbentur lagi untuk yang kedua kalinya. Kali ini aku menjadi pejuang adil dan ideal garis keras dimana pemilik modal tidak akan bisa berkutik jika pekerjanya melakukan pemogokan, ya... sebuah keadaan yang ideal, meski makan 1x sehari namun ketika masih memiliki angan-angan yang "ideal" itu, seakan perut ini menjadi kenyang, namun pada akhirnya aku terbentur lagi.

Terbentur;
Dua kali terbentur tidak membuatku patah semangat, meski keadaan yang ideal serta keadilan yang selalu dipuja dan diperjuangkan oleh banyak orang itu masih belum jelas wujudnya, namun selama masih memiliki semangat itu, tak masalah jika tidak punya uang untuk makan, bahkan besok mau makan apa juga tak tau, yang jelas "sesuatu yang ideal" itu adalah harta kekayaan yang tak ternilai harganya --- walaupun harta terakhir---.

Terbentuk:
Setelah 3x terbentur, akhirnya aku sadar, bahwa sesuatu yang ideal itu adalah suatu angan-angan yang utopis, meski tidak nyata namun tetap ada sebagai suatu angan-angan. Selain itu perlu di catat, jika aku terus-terusan mempertahankan sesuatu yang ideal tanpa membuka mata untuk dunia ini, maka aku tidak akan bisa sadar, bahwa: TV, AC, Kulkas, Pompa Air, KPR, BPJS tidak dapat diatasi hanya dengan senyuman dan "ideal", serta rasa lapar yang mendera istri dan anakku tidak akan selesai hanya dengan membicarakan #wacana dan #retorika.

Minggu, 21 Agustus 2016

Sekali Lagi, Hanya Lamunan


"Sudahlah nyo jangan dipikirkan, mereka ingin anaknya hidup ,apan, dengan calon yang sudah mereka siapkan, jadi kenapa kamu harus sedih"


"Bukan seperti itu ma, aku hanya ingin menjalani hidup ini dengan orang yang aku sayang, bukankah aku menjalani hidup dengan dia sudah sewindu, dan selama ini tidak pernah ada masalah ataupun konflik apapun, bahkan aku merasakan bahwa keluarga dia juga selalu mendukung apa yang aku dan dia lakukan",


"Masalahnya bukan itu nyo, tidakkah kamu mengaca akan diri dan hidupmu sekarang ini?"


Perkatan itu seakan mengingatkan aku dengan tulisan yang mereka kirimkan pada anaknya, "mamah cuma ingin kamu hidup bahagia, kecukupan, tidak lagi disibukkan dengan urusan harta, hidupmu sudah tertata, dan kamu hanya perlu memikirkan ibadah lepada Tuhan", kata-kata itu benar-benar menusuk hatiku.


"Ma, apakah aku salah jika aku suka dan sayang pada seseorang, apa aku salah jika aku terlahir dari keluarga yang sederhana", sahutku pada wanita setengah abad itu?


"Tidak, tidak ada yang salah", jawabnya.


"Lalu kenapa? Setelah 4 tahun berlalu, kenapa baru sekarang mereka ngomong seperti ini" sahutku dengan nada penuh kecewa. 


"Sudahlah, setidaknya kamu adalah orang yang berpendidikan, bukankah orang berpendidikan harus berlaku adil sejak dalam pikiran...?" Jawab wanita itu sambil tersenyum.


"Justru karena itu ma aku bertanya dalam hatiku, sungguh tak adil, tak masuk akal, setelah berjalan selama ini, mereka bilang bahwa aku terlalu jauh, keluargaku belum  tentu mau, bagaimana dengan masa depanmu, dan kata-kata dusta yang lain. Kenapa mereka tidak langsung saja berterus terang kalau aku, kurang kaya, aku tidak begelimang harta, aku bukan anak tunggal yang punya bayank warisan, dan aku bukanlah seorang lurah yang punya jabatan tinggi, kenapa tidak langsung saja berterusterang akan hal itu".


"Sudahlah nyo, meskipun tidak sedarah denganmu, orang itu tetap saja bagaikan ibu untukmu".


"Iya ma, memang saat ini ilmu itu bukan suatu hal yang penting, orang lebih memilih harta, tahta, warisan berlimpah daripada harus mengejar ilmu pengetahuan".


"Nyo, janganlah kamu berfikir seperti itu, setidaknya kamu sudah berusaha dengan baik, apapun yang terjadi kamu tidak boleh menyesal, karena kamu telah berusaha".

Aku dan Otakku


"sudah lah nyo, kamu jangan terus-terusan merenung seperti itu", seru wanita setengah baya itu kepadaku.
"tidak ma, aku tidak lagi murung sebagaimana hari kemarin. aku cuma mencoba menyadarkan otak dan pikiranku, bahwa aku harus terus berusaha", jawabku kepada ibuku, wanita yang selalu memberi aku semangat, meski kehidupan keluargakupun juga tidak begitu baik.
"lalu, kenapa kamu masih saja murung, dan memandangi gambar itu terus menerus".
"aku hanya iri ma, iri karena aku belum bisa seperti mereka, bukan berarti aku iri lantas menjadi dengki, bukan, rasanya dalam diriku ini ingin berintak, aku tak ingin terus menerus diam seperti ini'.
"lantas kalau kamu iri dengan mereka, maka bangunlah, jangan hanya terdiam terpaku hanya pada gambar itu?"
"aku ingin bergerak ma, aku ingin melangkah bebasa, tapi kata-kata yang dulu itu masih terus ternyiang ditelingaku, kata-kata bahwa aku harus selalu menurut, selalu patuh, aku tak boleh berontak, ucapan-ucaoan manis itu selelu ternyiang ditelingaku"
"nyo, jika kamu masih memikirkan hal itu, maka selamanya kamu akan seperti ini, kamu akan selalu terjajah, bukankah bangsa ini sudah merdeka?".
tatapan ibuku semakin tajam seakan menusuk tepat di jantungku. Sejenak aku berfikir, benar juga apa yang dikatakan oleh ibuku, wanita yang setiap hari memeras keringat untuk menghidupiku.
***
"ah, itu hanya bayanganku, lagipula saat ini aku sedang berada di tempat yang sangat jauh darinya" dalam hati aku berkata.
"tapi, aku tak bisa menerimanya begitu saja, gambar ini memberikan aku kesadaran bahwa aku harus berusaha, aku harus mengandalkan diriku sendiri, aku tidak boleh hanya mengandalkan mereka, menuruti kata-kata mereka begitu saja, aku ini orang yang merdeka".
"ya..... aku harus bergerak".
"aku harus bangun dari buaian mimpi ini, aku harus bangun".
"kini sudah saatnya aku sadar bahwa kamu harus menolong dirimu sendiri".
"kamu harus menjadi tuan atas dirimu sendiri"
suara-suara sumbang itu terus saja memenuhi setiap relung otakku, bergema disetiap sudut telingaku.
"aku harus sadar, ketika makan saja aku tak mampu", air mata ini menetes dalam sendu, membasahi setiap celah kelopak mataku, dan aku adalah aku, bukan bayang-bayangmu.

Jumat, 19 Agustus 2016

Menelisik ke "LEBAY" an Kasus Kopi Sianida


Sudah hampir 1 tahun ini publik Indonesia Raya yang gegap gempita dan baru saja ulang tahun yang ke-71, kembali di jejali berita-berita yang menurut saya terkesan lebay. lho kok bisa lebay?
Ya, sangat jebay dan bahkan menjenuhkan, mengapa tidak seorang cewek yang minum kopi dan di dalam kopi tersebut dicampur dengan sianida, hingga akhirnya cewek tersebut tewas. Sudah, sebenarnya kasusnya kan cuma itu saja.
Kenapa bisa menjadi lebay?
Ya lebay, terlebih hampir semua stasiun televisi di negeri ini beramai-ramai dan berjamaah sahut menyahut menyiarkan kasus tersebut tanpa memiliki perhitungan selera penonton. Bahkan dari pertama kali kasus ini mencuat di layar kaca, televisi selalu menyiarkanya, lha apa nggak capek nyiarkan acara itu terus-terusa?. Apa stasiun televisi tersebut sudah tidak memiliki acara yang bisa di jual, kok harus menyiarkan acara itu terus?
Menurutku, kasus tersebut adalah kasus yang biasa-biasa saja, dimana ada pembunuhan yang sebelumnya telah direncanakan (pembunuhan berencana), dan yang diduga melakukan pembunuhan tersebut adalah mbak ayu Jesica Wongso. Terus menariknya dimana?
Ya, mbuh wallahu aklam bissawab....
Emangnya nggak bisa ya kasus tersebut tidak melulu ditayangkan terus-terusan, bahkan ketika sidang saja disiarkan secara live. Apa nggak bosen? toh itu juga cuma menyangkut nasip 1 orang, ya paling banter 2 keluarga lah, keluarga pelaku dan keluarga korban. Tapi, tetap saja pemberitaan tentang kasus tersebut lebay.
Kita bandingkan dengan suatu kasus yang hingga saat ini masih berjalan dan menyangkut nasip rakyat banyak dan dengan cakupan lebih luas daripada kasus kopi josh sianida tersebut. Pertama, kasus penolakan ibu-ibu petani dipegunungan kendeng yang sudah lebih dari 2 tahun harus tidur di tenda penolakan, karena tanah dan lahan pertanianya terancam diserobot oleh perusahaan semen. Kenapa kasus tersebut tidak di blow up oleh media terus-terusan seperti kasus kopi sianida ini, bahkan media justru terkesan acuh. Kedua, kasus reklamasi pantai utara Jakarta, berapa ratus kepala keluarga saja yang menjadi korban dari rencana reklamasi tersebut, kenapa tidak di angkat oleh media terus-terusan. Atau kabar tentang saudara-saudara kita di Papua sana yang baru saja menjadi korban kerusuhan tepatnya di jalan waena kawasan abepura sana, kenapa itu tidak juga diangkat oleh televisi, sehingga saudara kita yang di ujung sana bisa merasakan kalau kesedihan yang mereka alami juga dapat dirasakan oleh masyarakay Indonesia secara keseluruhan.
Apakah negeri ini hanya selebar cangkir kopi dan nurani media masa kita hanya sedalam cangkir kopi?

Senin, 15 Agustus 2016

Pendidikan Tinggi Hukum: Sebuah Pengantar


Pendidikan tinggi hukum dewasa ini banyak didominasi oleh pengajaran hafalan undang-undang atau doktrinal (Satjipto Rahardjo: 2010). Padahal sejak awal berdirinya, pada tanggal 26 Juni 1909 sekolah hukum Opleidingsschool voor de Inlandsche Rechtskundingen atau Rechtschool oleh Gubernur Jenderal van Heutz, diharapkan mampu memperjuangkan keadilan bagi pribumi.

Hari ini, kurikulum pendidikan tinggi hukum di beberapa kampus negeri cukup padat dengan pelajaran hukum dalam buku (law in book) bukan hukum dalam tindakan (law in action). Memasukan mata kuliah tentang bantuan hukum bagi masyarakat miskin akan menambah beban susunan kurikulum yang tidak sederhana. Sebab dosen-dosen memandang mata kuliah seperti ‘ladang makan’ yang perlu dipertahankan maupun diperluas, soal subtansi dan keluaran mata kuliah banyak berupa formalitas sistem belajar mengajar saja. 

Sistem peraturan kurikulum, seperti UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU No 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, PP No. 19 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, PP No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) Kepmendiknas No. 232/U/2000 dan Kepmendiknas No. 045/U/2002, sepertinya lahir bukan dalam kesadaran kebijakan yang berpihak pada yang miskin.

Bantuan hukum terhadap masyarakat miskin harusnya diajarkan dalam perguruan tinggi, sebab dengan modal pengetahuan yang cukup, kecintaan mahasiswa pada aktivisme pro-bono tumbuh sejak dari dini. Padahal perguruan tinggi adalah domain yang paling tepat mengembangkan konsep teoritis bantuan hukum bagi masyarakat miskin. 

Pendidikan tinggi hukum juga memiliki andil besar dalam mencetak generasi masa depan para pemikir dan aktivis hukum yang handal. Pada umumnya dalam tradisi pendidikan tinggi hukum mahasiswa dikenalkan dengan sejumlah teori, dogma atau doktrin sebagai proposisi general yang berlaku di dunia hukum. 

Gilirannya, mereka akan membutuhkan keterampilan praktis, repetisi kapasitas organisasi, manajemen advokasi yang baik. Pada titik inilah, pendidikan tinggi hukum bagi Mark Spiegel percaya bahwa antara metode studi kasus, pendidikan hukum klinis, dan realisme hukum memiliki kesamaan, yakni hendak mendekatkan diri dengan hal yang empiris dan faktual.

Dengan bekal pengalaman di dunia praktek yang cukup, mahasiswa tidak gugup saat berhadapan dengan lingkup dunia kerja hukum nantinya.

Susunan kurikulum pendidikan tinggi hukum masih menyisakan banyak persoalan. Beberapa perguruan tinggi sudah memulai mengadopsi pendidikan anti-korupsi sebagai salah satu mata kuliah wajib mahasiswanya. Namun juga tidak sedikit mereka yang menyatakan bahwa materi itu sudah terpelajari pada matakuliah hukum pidana. Apalagi materi bantuan hukum di Indonesia yang baru ramai diperbincangkan dalam diskursus hukum nasional pada tahun belakangan ini. 

Perlu mendapatkan perhatian khusus melalui promosi dalam rapat-rapat Badan Kerjasama (BKS) Fakultas Hukum se-Indonesia maupun anjuran afirmatif dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, supaya materi bantuan hukum bagi masyarakat miskin bisa tersebar menjadi sebuah kesadaran reformasi kurikulum.

Di beberapa perguruan tinggi terkenal, aktivitas bantuan hukum nampak begitu progresif dengan program kegiatannya yang tersistematisasi dengan baik. Misalnya di Yale Law School, mereka memiliki sebuah biro hukum yang bernama Jerome N. Frank Legal Service Organization (LSO) yang menghubungkan mahasiswa hukum dengan praktek dunia hukum. Klinik hukum itu memiliki banyak sub-kegiatan seperti Sol and Lillian Goldman Family, Advocacy for Children and Youth Clinic, yang mengerjakan program seputar isu bantuan hukum terhadap peradilan anak, kenakalan anak, masalah pencabulan, anak jalanan, dst. 

Kemudian mereka mempunyai Samuel Jacobs Criminal Justice Clinic, yakni bantuan hukum bagi masyarakat miskin yang sedang tertimpa kasus kriminal di peradilan federal. Banyak kegiatan yang diperlihatkan sebuah klinik hukum di bawah perguruan tinggi itu, seperti pelayanan hukum imigran, pendampingan hukum bagi masyarakat sipil, advokasi legislasi, dst. 

Begitu juga saat kita melihat Oxford Pro Bono Publico dari Fakultas Hukum Universitas Oxford yang malah tak hanya menyediakan jasa layanan bantuan hukum bagi masyarakat sekitarnya, tetapi juga terlibat dalam diskursus isu internasional seperti penyusunan an expert opinion untuk kasus di Israel, masalah penjara Guantanamo, dan homoseksual di Peradilan Federal Amerika. Dari sinilah, doktrin umum yang dipelajari di ruang kelas bisa dieksperimenkan dalam dunia praktek hukum oleh para mahasiswa.

Generasi Setengah Menengah: Apa, Siapa dan Mengapa?


Generasi setengah menengah, nampaknya kata-kata ini masih asing buat kita. ya... wajar, bagi sebagian orang yang memang sudah cukup populer adalah generasi 45, generasi 60an, generasi 90an, atau generasi milenium. Sedangkan banyak juga orang yang memang sudah mengenal beberapa golongan yang ada di dalam masyarakat beberapa diantaranya yaitu golongan marjinal, golongan kelas rendah, orang-orang kelas menengah, dan tentu orang-orang golongan atas (biasanya orang golongan atas ini ditandai dengan penghasilan mereka yang besar, kehidupan glamor, bakaian yang mahal, mobil mewah atau bahkan istri lebih dari 1 dengan beberapa orang selir di luar sana...
lhoooo....
Sedangkan untuk orang-orang kuliahan, yang cuka membaca dan berdiskusi masuk dimana?
Nah ini yang sangat menarik, para mahasiswa (entah apapun jurusan dan lokasi kuliahnya), meski tidak berpenghasilan atau para pasukan sarjana yang masih menganggur dan tidak berpenghasilan, mereka tidak dapat serta merta masuk di dalam golongan kelas bawah, ya..... kalau jaman dulu disebut dengan kaum sudra/pariya.
Lalu dimana posisi mereka?
Ini yang menjadi golongan yang sangat unik, mereka ingin dimasukan kedalam kelas rendah, tidak bisa alasanya mereka kuliah, mereka terpelajar. Lalu dimasukan kedalam kelas menengah, apa iya bisa?
Kelas menengah itu kalau menurut pandangan saya, ya orang yang sudah bekerja berpenghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan masih memiliki kelebihan dari pendapatanya tersebut untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sedangkan mereka --golongan para sarjana atau magiter yang masih sibuk menganggur dan belum berpenghasilan pula-- tidak bisa juga kalau dimasukan kedalam kelas menengah, apalagi Kelas Atas disandingkan dengan mbak-mbak sosialita, ibu-ibu glamor, atau eksemmut-eksemmut, atau para jamaahnya om-om yang menggoda.
walaaaaah.... ya nggak masuk pakai banget.
Posisi mereka itu seperti berdiri di KRL diantara himpitan mbak-mbak kantoran yang sexy dan mamah muda yang Hot. Serba susah memang.
Begini kalau mereka digologkan kedalam "Golongan Setengah Menengah" saja bagaimana?
Lho, kok bisa? ya bisa, mereka orang-orang yang berpendidikan (walopun TA, SKRIPSI, TESIS, atau tugas-tugas yang lain entah siapa yang mengerjakan yang jelas mereka sudah pernah diwisuda), otomatis mereka memiliki gelar, otomatis tidak bisa dimasukan kedalam kelas sudra/pariya/rendahan.
Berikutnya, mau dimasukan kedalam kelas menengah. eeeeeeeeeeeeeee..... tunggu dulu, mereka tidak bekerja, masih nganggur, belum memiliki penghasilan, untuk mencukupi kebutuhanya saja masih empot-empotan, bahkan untuk beli rokok saja harus patungan, jelas banget kan tidak bisa masuk golongan menengah.
Lalu, Golongan Bawah tidak cocok, sedangkan untuk dimasukan kedalam kelas menengah, mereka belum mampu. Jadi ya kita buat saja klasifikasi golongan yang baru yaitu "Golongan Setengah Menengah", ya sama saja golongan magak kalau orang Tuban menyebutnya, atau golongan nanggung, gak jelas-gajelas ngunulah.
Untuk menemukan kelas Setengah Menengah ini cukup mudah, kalau kalian di semarang cari saja di sepanjang JL. Pahlawan, atau di Mall-mall, populasi mereka cukup banyak kok, kalau mereka di Mall ya paling cuma jalan-jalan saja (karena mau beli barang/pakaian, mereka belum mampu).
Yo seng sabar yo mbak, yo mas, urip pancen ngunukui.

15/08/2016 

Minggu, 14 Agustus 2016

Butir Hujan


Butir Hujan

Malam ini terasa sangat dingin
Bahkan anginpun terasa jahat menusuk diri
Lambaian dedaunan mengobarkan kerinduan
Malam begitu sepi
    Semakin sepi tanpa adanya senyumanmu
    Sayang diperantauan ini aku rindukan belaianmu
    Aku haus akan kasih sayangmu
    Senyumanu...
    Perhatianmu...
Dan semua kenangan manis yang kita jalani bersama

Fenomena GOLPUT "sintesa pemikiran Gus Dur"


Fenomena Golput “Sintesa Pemikiran Gus Dur”
hasan
Dalam suatu sistim pemerintahan dan demokrasi disetiap negara. Demokrasi di identikkan sebagai suatu gerakan moral yang didalamnya cenderung bersifat kenegaraan. Dalam beberapa literatur para ahli banyak memberikan acuan atau batasan-batasan tentang demokrasi itu sendiri seperti halnya Robert A. Dahl yang memberikan 5 kriteria tentang demokrasi;
1. Pejabat-pejabat yang dipilih oleh rakyat.
Para pejabat yang ada dalam pemerintahan dipilih langsung ataupun diwakilkan oleh wakil rakyat yang pada intinya proses pemilihan tersebut merupakan hasil interpretasi dari kehendak dan pemikiran rakyat.

2. Pemilu yang bebas, adil dan berkesinambungan.
Dalam pemilu ini rakyat diberikan kebebasan untuk menentukan pilihanya dalam memilih wakilnya di pemerintahan, dalam tahapan ini rakyat bebas dai interfensi pihak manapun, karena dalam pemilihan, hal itu merupakan rahasia setiap orang.

3. Kebebasan berekspresi.
Kebebasan untuk berekspresi ini saya asumsikan bahwa masyarakat diberikan kebebasan untuk mengekspresikan dirinya sebebas mungkin namun tidak bertentangan dengan etika dan moral yang ada di Indonesia.

4. Akses informasi yang terbuka luas.
Dalam masyarakat modern keterbukaan informasi merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi karena kebenasan untuk mendapat informasi merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan bernegara, bahkan pemerintah telah membuat suatu lembaga sendiri yang berwenang menangani kasusu sengketa informasi.

5. Kebebasan berasosiasi.
Kebebasan bagi warga negara untuk ber asosiasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat krusial bagi masyarakat untuk dapat dipenuhi. Karena sifat dasar manusia sebagai mahluk sosial maka manusia pasti membutuhkan orang lain dalam pemenuhan kebutuan hidupnya.
Secara etimologi, demokrasi (democratie) adalah bentuk pemerintahan atau kekuasaan negara yang tertinggi, dimana sumber kekuasaan tertinggi adalah kekuasaan (ke) rakyat (an) yang terhimpun melalui majelis yang dinamakan Majelis Pemusyawaratan Rakyat (die gesamte staatsgewalt liegt allein bei der majelis) oleh kaena itu demokrasi sering digunakan sebagai gerakan awal untuk mewujudkan suatu sistim pemerintahan yang terbuka.
Dalam tulisan ini saya ingin mengajak teman-teman semua dari dasar demokrasi itulah mari kita tarik ke dalam suatu permasalahan yang sering keluar dalam suasana gempita pemilihan umum. Demokrasi dalam pemilu sering di identiikan sebagai suatu proses dimana rakyat diberikan sebuah kebebasan untukmemilih dan menentukan pilihannya di dalam pemilu.
Demokrasi yang di jalankan di indonesia hingga saat ini masih belum murni sebuah demokrasi yang liberal. Dalam sebuah demokrasi liberal demokrasi yang dilakukan terbebas dari campur tangan dan interfensi agama maupun lembaga yang ada.
Negara Demokrasi Liberal menegaskan bahwa urusan politik harus dibahas dan dilaksanakan di luar wilayah agama. Tetapi hal ini berbeda di Indonesia saat ini agama bisa dikatakan ikut campur dalam penentuan pilihan rakyat tersebut, contohnya saja MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang mengeluarkan fatwa bahwa golput itu adalah haram. Padahal dalam suatu sistim demokrasi rakyat diberikan hak untuk menetukan pilihannya untuk memilih, dan bisa dikatakan golput adalah salah satu pilihan yang di pilih oleh rakyat.
Jika ditinjau dari latar belakanganya, golput atau abstein terjadi karena banyak faktor, disini saya membagi golput yang dilakukan oleh masyarakat kedalam 5 faktor yaitu:
a. Sikap apatisme politik.
Sikap apatisme politik ini merupakan suatu sikap yang mana tidak memiliki perhatian atau tidak berminat terhadap orang, situasi atau gejala-gejala umum yang berkait dengan persoalan politik dan kelembagaanya.
b. Sinisme politik.
Sikap sinisme politik ini terjadi karena suatu prasangka yang ada dalam masyarakat terhadap sisitim dan mekanisme politik yang ada, termasuk di dalamnya orang-orang  terlibat dalam sisitim politik tersebut, sikap sinisme ini lebih mengarah kepada sikap curiga. Orang-orang yang memiliki sikap sinis tersebut biasanya cenderung memeiliki perspektif yang erbeda dari masyarakat pada umumnya, orang tersebut cenderung menganggap kalau politik adalah suatu hal yang kotor, dan rakyat selalu menjadi korban atas kebijakan dan kekuasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di dalam lingkungan politik tersebut.
c. Alienasi.
yaitu suatu perasaan keterasingan dari kehidupan politik dan pemerintahan, sehingga selalu menganggap segala suatu peraturan yang ada sebagai hal yag tidak adil dan selalu menguntungkan penguasa.
d. Sikap anomi.
Yaitu suatu perasaan kehilangan orientasi hidup , sehingga tak bermotifasi untuk mengembil tindakan yang berarti karena hilangnya kepercayaan terhadap lembaga-lembaga politik yang ada.
Dalam masyarakat yang maju manusia tidak, dari pengakuan terhadap keharusan sosial, secara suka rela melakukan apa yang harus dilakukan agar masyarakat dapat dipertahankan dan kesejahteraan umum ditingkatkan, tak ada yang bisa menuntun mereka ke jalan yang benar dengan muslihat atau tipu daya yang licik.  Oleh karena itu dalam masyarakat yang modern dan masyarakat yang terbuka masyarakat mulai memiliki pemikiran yang rasional dan cenderung untuk berfikir jauh kedepan dan lebih peka terhadap suatu proses perubahan sosial yang ada.
Pada hakikatnya tidak ada manusia maju yang tidak mau berpartisipasi dalam suatu pesta demokrasi. Setiap orang pasti ingin ikut serta dalam proses penentuan masa depan bangsanya melalui sebuah perta demokrasi yang melibatkan masyarakat secara langsung. Oleh karena itu golput bukanlah sebuah gerakan yang sepenuhnya tidak mau peduli terhadap masa depan bangsa. Disini saya memangdang kalau memilih golput haruslah memiliki suatu landasan dan latar belakang yang bisa dipertanggung jawabkan dan merupakan sikap kritis yang ada pada diri manusia.
Sebenarnya pilihan masyarakat untuk memilik golput bukanla tanpa suatu alasan yang kosong, melainkan mesyarakat mempunyai pandangan lain tentang pilihannya, banyak orang yang mau mengurus negara  dan lembaga sebenarnya disisi lain juga mempunyai pamrih. Mayoritas mereka mengincar suatu jabatan tersebut ingin dapat drajat, pangkat dan harta. Disini saya berani mengatakan omong kosong orang mau mengurus negara kalau dia tidak mau digaji. Atau mau ikutan gotong royong dalam membangun negara???? Kalupun itu ada orang yang memiliki pemikiran suka rela, gotong royong itupun jumlahnya sangat kecil.



Kebebasan Hukum dan Moralitas


KEBEBASAN ATAU HUKUM DAN MORALITAS
M.H. Muaziz
Dalam tulisan saya kali ini akan sedikit mengarah pada nilai-nilai ambiguitas yang pada dasarnya merupakan sesuatu yang melatar belakangi pandangan saya antara hukum, kebebasan dan moralitas. Terdapat bebrapa pertanyaan kecil yang nampaknya tidak terlalu penting untuk diperdebatkan, karena maksud dan tujuan saya bukan untuk berdebat melainkan untuk mengajak sahabat-dan sahabati semua untuk berdiskusi mengenai hukum, kebebasan serta moralitas.
Yang pertama adalah, apakah perkembangan hukum dipengaruhi oleh nilai-nilai moralitas yang ada di dalam masyarakat?. hal ini lah yang seringkali menjadi diskusi mendasar pada kalangan mahasiswa-mahasiswa hukum, dengan jawaban yang mendasar pula ketika masyarakat ditanya dengan pertanyaan tersebut maka akan dengan cepat menjawab “ya”, namun jika pertanyaan tersebut dibalik, apakah perkembangan moralitas dipengaruhi oleh hukum?, maka jawaban yang keluar akan berbeda.
Ini adalah titik awal dari kritik yang dilontarkan oleh H.L.A. Hart dalam bukunya “Law Liberty And Morality”, merupakan suatu respon atas perdebatan yang dilakukan oleh dua kelompok yang menentang adanya pelanggaran-pelanggaran moralitas dengan melakukan penegakan hukum, serta pada kubu yang menjadikan kebebasan masyarakat sebagai acuan utama selama kebebasan tersebut tidak mengganggu kebebasan orag lain.
Dalam hal ini adalah perdebatan mengenai homo seksual serta lesbian, yang bagi masyarakat umum hal ini masuk dalam perilaku yang amoral sehingga perlu dicegah serta bagi pelakunya diberikan sangsi hukuman. Sedangkan bagi sebagain orang menganggap bahwa homo seksual adalah perilaku wajar yang tidak mengganggu kepentingan orang lain. --- Hal ini (homo seksual), akan menjadi sesuatu yang amat dikecam bagi orang yang beragama islam, namun harapan saya janganlah permasalahan ini hanya berhenti saja pada nilai-nilai religius semata, melainkan harus dikupas sebagai isu sosial karena memiliki hubungan denga masyarakat serta kebebasan untuk memilih ---. 
Hukum dan moralitas seolah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, (dalam hal ini bisa dicontohkan seperti soleh dan toni, sebagai satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan lagi dengan ikan emosional, cinta dan kasih saying antar keduanya). Meski demikian hukum dalam kaitanya dengan moralitas, terdapat suatu pengaruh besar bagi keduanya baik dalam penafsiran ataupun dalam penegakanya. 
Hukum yang dibuat terkadang menjadi penekan atas suatu perilaku-perilaku sosial yang dianggap amoral oleh masayarakat dengan aturan serta sangsi-sangsi yang ada didalamnya. Kadangkala secara tertutup dan pelan melalui proses yudisial, kadang juga secara terbuka dan tergesa melalui legislasi. Hubungan-hubungan antara ilmu hukum dan nilai moral dapat dilihat dari aturan-aturan hukum yang ditujukan untuk memberikan pendidikan mpralitas bagi masyarakat seperti adanya larangan mencuri, membunuh, melakuka pemerkosaan dan lain sebagainya. 
Merkipun terdapat pemisahan-pemisahan antara hukum dan moral, namun antara keduanya (hukum  dan moral), berharap jika aturan-aturan hukum akan lebih seringt dipengaruhi oleh kepedulian-kepedulian moral. Hal sama juga ketika kita mempelajari hukum dan masyarakat dimana hukum memiliki hubungan yang erat dengan kelihupan serta pola-pola sosial dalam masyarakat. bahwa suatu pembicaraan dengan acara hukum dan masyarakat tidak dapat menghindarkan diri dari pembahasan tentang bagaimana hukum itu berkaitan dengan perubahan-perubahan sosial diluarnya.
Kembali pada oembahasan mengenai hukum, kebebasan dan moralitas dalam determinologi Hart, bahwa perlindungan-perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap kebutuhan-kebutuhan seksualitas kelompok minor, juga diperlukan selama perilaku-perilaku yang dilakukan tersebut tidak mengganggu kepentingan-kepentingan orang lain. 
Hukum yang berhubungan dengan masyarakat didalamnya terdapat nilai-nilai moralisme hukum dimana moralisme hukum ini dapat digunakan untuk memposisikan hukum agar tidak hanya dipandag kaku serta kejam dan memaksa, tanpa memiliki nilai-nilai yang humanis. Dalam hal seksualitas, moralisme huku memiliki kaitan dalam kapasitas yudisial dan pernyataan-pernyataan ekstra yudisial mereka, telah keluar dari cara mereka mengekspresikan pandagan bahwa penegakan moralitas seksual merupakan bagian tepat dari urusan hukum.
Nilai moral sering diartikan sebagai yang menghubungkan hukum dengan ideal kehidupan sosial-politik, keadilan sosial. Jika hal ini diterapkan secara kaku pada aturan-aturan hukum, maka salah satu pihak yang terkena dampak dari penegakan hukum tersebut adalah kaum minoritas yang memiliki gaya hubungan seksualitas yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Meskipun salah satu fungsi dari hukum ---hukum pidana--- sebagaimana yang kita lihat adalh untuk menjaga keteraturan dan kesusilaan umum, untuk melindungi warga dari apa yang disebut sebagai yang asusila  atau yang merugikan dan untuk memberikan perlindungan atas eksploitasi atau korupsi dari pihak lain, kususnya bagi mereka yang masih lemah dan lain sebagainya. Dengan adanya pemahaman hukum tersebut dalam hal seksualitas maka untuk memberikan perlindungan terhadap kelompok-kelompok rentan, maka penekanan terhadap perilaku-perilaku seksualitas serta prostitusi yang dilakukan secara terbuka dan terang-terangan harus di hilangkan.
Salah satu tujuan dari diberlakukanya aturan-aturan tersebut adalah untuk melindungi masyarakat, nah dalam hal ini bagaimana dengan prostitusi yang dilakukan secara diam-diam namun memiliki jaringan luas di dalamnya, serta bagaimana perilaku seksualitas dari kelompok-kelompok tertentu dapat dilindungi, meskipun perilaku tersebut tidak mengganggu orang lain (seperti homo seksual dan lesbian). 
Moralitas Positif dan Moralitas Kritis
Perbedaan pandangan ini dengan tegas memiliki tujuan yang dapat dijelaskan secara riil dan pasti, bahwa penegakan nilai-nilai moralitas memiliki kaitan terhadap kehidupan masyarakat, hal ini menjadi suatu jawaban yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan atas perbedaan-perbedaan persepsi masyarakat atas moralitas yang ada, meskipun akan sulit mendapatkan jawaban konkret atas perbadaan pandangan tersebut.
Moralitas sepenuhnya dianggap benar dan patut untuk ditegakkan, dengan sanksi hukum, sesuai dengan moralitas yang diterima di masyarakat. gambaran umum tentang hukum yang ada dalam masyarakat diharapkan menjadikan masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai mpralitas dalam kehidupanya.
Diperluka konsep kuhum yang berbeda agar dapat ditegakkan dalam  struktur masyarakat yang berbeda pula, dengan kata lain terdapat salah satu titik yang masih terjadi tarik menarik antara hukum dan morlitas. Apakah masyarakat mempunyai “hak” untuk menegakkan moralitas, atau apakah setiap masyarakat diperbolehkan secara moral untuk menegakkan moralitasnya dengan hukum. Dari sini terdapat kerancuhan yang akan muncul jika dipahami bahwa hukum digunakan untuk menegakkan moralitas, karena akan terjadi semacam pemaksaan kehendak bagi masyarakat dalam menentukan pilihan atas hidupnya.
Dapat dibedakan pula bahwa moralitas itu sendiri dapat dibedakan menjadi bagian-bagian yang lebih mengerucut lagi. Menurut Hart, moral dapat dibagi lagikedalam dua bagian yaitu moralitas positif dan “moralitas kritis”. Moralitas positif merupakan moralitas yang diterima oleh kelompok-kelompok sosial dan dibagi oleh kelompok-kelompok sosial yang disepakati. Dalam hal ini adalah masyarakat secara luas yang telh menganggap moral tersebut mrupakan sesuatu yang lazim dan memang sepantasnya dilakukan, seperti belajar mengaji, bersetubuh dengan wanita (istri), facebook-an, camfrog, dan lain sebagainya. Sedangkan moralitas kritis juga termasuk dalam prinsip-prinsip moral umum yang digunakan dalam kritik untuk institusi sosial actual termasuk moralitas positif, hal hal yang terdapat dalam moralitas kritis ini cenderung memiliki sikap kritik terhadap kemapanan moralitas positif maupun pada institusi-institusi masyarakat yang telah ada. Hart mencontohkan bahwa moralitas kritis ini didalamnya termasuk perilaku seksual yang seringkali dianggap tak lazim, meskipun hal tersebut dilakukan secara diam-dam dan tak mengganggu kepentingan masyrakat.
Disinilah hukum mendapatkan peran dalam menciptakan keteraturan dalam penegakan moralitas tersebut. Bagi kaum homoseksual misalnya, meskipun tidak ada aturan secara riil yang menyakan bahwa homoseksual merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum, namun hukum dipaksa diterapkan untuk memberikan tekanan kepada kelompok-kelompok inor tersebut untuk tetap mentaati hukum. Hukum berkaitan dengan mereka-mereka yang mungkin tak pernah melanggar hukum, tetapi dipaksa patuh dibawah ancaman sanksi hukum. 
Inilah yang menjadikan hukum seolah-oleh menjadi sesuatu yang kaku dan memaksa tanpa memperhatikan kebebasan-kebebasan masyarakat. dalm bukunya yang lain, Hart huga menyebutkan bahwa “mereka bersikukuh bahwa tidak ada satu hal pun yang bisa diterima sebagai bagian dari moralitas kecuali bila hal itu lolos dari kritik rasional menurut sudut pandang kepentingan-kepentingan manusia, dan erbukti untuk memajukan kepantingan tersebut (mungkin dengan cara tertentu yang adil dan setara). Nah permasalahan yang seringkali muncul dari diterapkanya hukum sebagai suatu aturan adalah perbedaan pandangan mengenai moral dalam suatu masyarakat, dimana pendangan antara masyarakat yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Contohnya saja jika di sini (jawa) seorang wanita hanya memakai BH dan berjalan di pinggir jalan sambil mendengarkan music atau sedangan bersantai di pantai maron, hal itu sudah dianggap amoral, namun hal tersebut akan berbeda pula pada masayarakat di bali (daerah dream land) yang menganggap wanita  memakai BH merupakan suatu ha yang biasa dan wajar-wajar saja, ya… kalau saya melihat hal tersebut ya menganggap kalau hal tersebut biasa-biasa saja, kurang hot malahan.
Kembali kedalam permasalahan perdebatan moralitas dalam masyarakat, Hart menjelaskan bahwa intervensi terhadap kebebasan individu bisa dianggap sebagai sebuah kejahatan yang berdasar pada pebenaran yang lebih sederhana, yakni nalar utilitarian; karena intervensi terhadap kebebasan berarti penderitaan dengan bentuk kesakitan kusus --- seringkali akut--- bagi mereka yang memendam birahi yang dibikin frustasi oleh ancaman hukuman. Jika kita menghubungkan antara kebebasan, hukum dan moralitas, maka hingga tulisan Hart dipublikasikan maka masih tetap saja terdapat tarik menarik pendapat, baik yang dilakukan oleh kelompok masyarakat yang pro terhadap kebebasan maupun kelompok masyarakat yang peduli terhadap moralitas public dan menyingkirkan pemikiran-pemikiran minoritas.
Sebagai kesimpulan mendasar dari perdebatan pemikiran tersebut, sejak awal bahwa siapapun yang menganggap pertanyaan ini terbuka bagi diskusi, otomatis menerima prinsip kritis, pusat bagi segala moralitas, bahwa kesengsaraan manusia dan pembatasan kebebasan itu buruk; itulah alasanya mengapa penegakan hukum terhadap moralitas membutuhkan pembenaran.
------------------------------------------------- mari berdiskusi-------------------------------

Tuan Rumah



Identitas Diri

Nama lengkap saya Muhamad Hasan Muaziz.
Orang-orang biaya memanggil saya "Hasan", jika ditelaah lebih jauh, kata "Hasan' sendiri berasal dari dua bahasa yaitu Bahasa Jepang "Hansamu" dan Bahasa Inggris "Hansome". Saya sendiri juga tidak tahu kenapa orang tua saya memberi nama itu. Tanyakan saja kepada orang tua saya?

e-mail: hasanmuaziz@gmail.com

Pengalaman Akademik


  • Syukron Salam, Rian Adhivira, Unu Herlambang, Hasan Muaziz. Mendobrak Pendidikan Tinggi Hukum. Diterbitkan oleh Thafa Media & Satjipto Rahardjo Institute. Yogyakarta, 2015.
  • Editor, buku Ristina Yudanti, 2014, Perempuan Dalam Pusaran Hukum, Yogyakarta: Thafa media.
  • Muhamad Hasan, 2014, Mediasi Sebagai Upaya Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dalam Jurnal Hukum Vol. XXIX No.1 Tahun 2014 Universitas Islam Sultan Agung Semarang.
  • Sebagai Asisten Peneliti Prof. Dr. Suteki, SH, M.Hum Dalam Strategi Pengentasan Kemiskinan Melalui Hukum Sebagai Sarana Rekayasa Sosial (Studi Tentang Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) Untuk Program Pengentasan Kemiskinan), Tahun 2014, Universitas Diponegoro.
  • D. Pengalaman Kepanitiaan
  • Notulen & Panitia Asosiasi Sosiologi Hukum Indonesia. Membangun Politik Hukum Sumber Daya Alam Berbasis Cita Hukum Indonesia. Gedung Pascasarjana Undip Semarang. 15-16 April 2015.
  • Peserta & Panitia Focus Group Discussion Polemik Undang-Undang Pilkada. SRI & Perludem. Rumah Makan Singasari, 19 November 2014.
  • Notulen & Panitia Konsosium Hukum Progresif, Pendidikan Hukum dan Akses Terhadap Keadilan Dalam Perspektif Hukum Progresif, Satjipto Rahardjo Institute. Hotel Semesta Semarang 14-15 November 2014.
  • Peserta & Panitia Konferensi Ilmu Sosial Indonesia Baru: Tantangan dan Peran Ilmu-Ilmu Sosial, Hipiis & SRI. Audit FISIP Undip Semarang, 19-20 September 2014.
  • Peserta & Panitia Focus Group Discussion Evaluasi Pemilihan Presiden 2014 dan Pemutakhiran Daftar Pemilih. SRI & Perludem Hotel Novotel Semarang, 19 Agustus 2014.
  • Panitia dalam Workshop International Clinic of Legal Thought, Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Universitas Stikubank, Komunitas Tjipian, Komunitas Payung, Permahi. 1-4 Juli 2014.
  • Peserta & Panitia Legal, Social and Governance Aspects of Pollution Issues in Indonesia: Discourse on ronmental Justice. SRI, Van Vollenhoven Institute & PDIL Undip. Gedung Pascasarjana Undip Semarang, 9-11 Juni 2014
  • Peserta & Panitia Focus Group Discussion Urgensi Kodifikasi Hukum Pemilu di Indonesia. SRI & Perludem, 6 Juni 2014.
  • Peserta & Panitia Focus Group Discussion Evaluasi DPT Pileg dan Rekomendasi Pemutakhiran DPT Pilpres. SRI & Perludem. Hotel Novotel Semarang, 20 Mei 2014.
  • Peserta dalam Seminar Hak Politik Warganegara Dalam Pemilihan Umum dan Demokrasi, Sebuah Pengantar dalam Pelatihan Pemilu Untuk Pemula diselenggarakan oleh Perludem dan SRI di Universitas Wahid Hasyim Semarang. 26 Maret 2014.
  • Notulen & Panitia Konsorsium Hukum Progresif , Dekonstruksi Pemikiran dan Gerakan Hukum Progresif, Satjipto Rahardjo Institute. Hotel Patra Jasa Semarang. 29-30 November 2013.
  • Notulen & Panitia Pelatihan Metodologi Penelitian Sosio-Legal. Epistema Institute, AFHI, ASHI, FH Undip di FH Undip Semarang, 10-11 Mei 2013.
  • Anggota survey Tingkat Kepatuhan Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah. Ombudsman Republik indonesia Jawa Tengah, 2013.
  • Notulen & Panitia Kongres Ilmu Hukum, Asosiasi Sosiologi Hukum Indonesia Refleksi dan Rekonstruksi Ilmu Hukum Indonesia. Hotel Graha Santika Semarang, 20-22 Oktober 2012.
  • Peserta dan Panitia, Lounching Buku MR. R.S. Budhyarto Marto Admojo Pejuang Kemerdekaan dan Pendidik Tiga Jaman, Aula Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 27 Juli 2016.

Kesibukan

  • Sekretaris di UKM CAKRA Universitas Negeri Semarang 2009-2012.
  • Asisten Peneliti di Satjipto Rahardjo Institute 2012-2015.
  • Peneliti di Pusat Studi Tokoh Pemikiran Hukum 2016- Sekarang.
  • Masih sering ikut demo


Perlukah Idealisme?


Perlukah Idealisme itu?
"Nak, apakah kamu tidak ingin menjadi Guru saja?, kamu kan lulusan Sarjana pendidikan?, apakah tidak sayang ijasah mu, kalau kamu bekerja menjadi Tukang sapu seperti saat ini?", tanya bapak kepadaku.
"Tidak pak, aku tidak mau jadi Guru". jawabku.
"Kenapa, bukankah Guru itu profesi yang terhormat?, Bapak kembali menimpa tanya kepadaku.
"Pak, kalau saya jadi GURU, lalu siapa yang akan membayar cicilan bank, untuk biaya kuliahku dulu?, Bapak tau sendiri gaji guru berapa? 323.000 per bulan pak, uang segitu untuk bayar listrik dan air saja hanya lebih 73.000, belum beli beras, bumbu-bumbu dapur, minyak goreng dan bayar cicilan bank. Sudah jelas tidak cukup pak, kalau saya bekerja menjadi Guru". Jawabku lagi.
"Nak, mana idealisme mu saat kamu masih menjadi mahasiswa dulu, bukankah kamu dulu punya cita-cita menjadi seorang pengajar?" tanya Bapaku lagi.
Dengan wajah tertunduk aku menjawab pertanyaan itu, "Benar pak, dulu aku sangat ingin menjadi guru atau bahkan dosen. Tapi sekarang kebutuhan hidup tidak bisa aku elakan dan gaji seorang Guru sangatlah tidak cukup untuk hidup bahkan gaji 1 bulan untuk biaya hidup 2 minggu saja tidak cukup."
"Pak, biarlah aku menjadi tukang sapu di pasar seperti saat ini, toh aku juga bisa dapat gaji 1.700.000 tiap bulan, dan itupun aku bekerja hanya sampai jam 1 siang, jam 2 aku bisa jualan jus atau es di depan Pesantren sana, itu jauh lebih baik pak, daripada menjadi Guru". aku coba untuk menjelaskan kepada Bapak.
"Iya, nak apa yang kamu ucapkan itu benar, memang saat ini menjadi guru sangat memprihatinkan, maafkan Bapak ya nak, Bapak bukan orang kaya, Bapak tidak mampu mengantarkanmu untuk meraih cita-citamu" sahut Bapak ku.
"Sudah lah pak, aku sadar, aku bukanlah anak orang kaya, aku sadar pak, aku juga harus membayar cicilan utang Bank, untuk biaya kuliah ku dulu, jadi ijinkan aku bekerja menjadi apa saja asal aku bisa melunasi hutang di Bank itu, dan yang penting halal pak", kembali aku mencoba menenangkan bapak ku.
Sejenak aku tertunduk lesu, aku adalah seorang sarjana, jika aku bekerja menjadi Guru, aku tidak akan pernah mampu melunasi hutang-hutang keluargaku, kalau aku tetap menjaga idealisme, lalu APAKAH AKU AKAN MAKAN ITU YANG NAMANYA IDEALISME?
Tidak, aku makan nasi, lalu dari mana aku bisa dapat beras, ya.. KERJA bukan idealisme.
---dalam benaku aku bertanya, "Lantas untuk apa idealisme itu?"
"entahlah, mungkin idealisme itu hanya euforia ketika aku masih menjadi mahasiswa dulu".
>>>>Peraduan, 11/08/16